DNN, Sidoarjo – Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Sidoarjo meminta waktu sedikitnya dua pekan untuk menuntaskan proses verifikasi ulang data Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID) alias BPJS gratis bagi warga kota delta.
“Kalau konsepnya verifikasi faktual (verfal) ya harus benar-benar sesuai kenyataan. Karena itu pendataannya harus dilakukan sampai di tingkat RT biar tidak salah lagi,” tandas Ketua FKKD, Heru Sulton yang dihubungi melalui HP-nya, Jumat (10/09/2021) siang tadi.
Karena itu ia telah menyerukan pada semua anggota FKKD untuk tidak terburu-buru menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Dinas Sosial (Dinsos) pada Selasa (14/09/2021) pekan depan.
“Kalau memang belum selesai, ya nggak usah disetor dulu ke Dinsos. Buat apa diverifikasi kalau hasilnya tidak akurat seperti dulu. Jadi harus benar-benar cermat dan sesuai dengan fakta yang ada,” ujar Kades Suwaluh Kecamatan Balongbendo itu.
Menurutnya, proses ini justru harus dijadikan momentum bagi Dinsos untuk meng-update Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang selama ini amburadul. Akibatnya program-program bantuan sosial yang diberikan pemerintah, mulai dari pusat sampai daerah jadi tidak tepat sasaran.
“Ini contoh saja, sejak empat bulan yang lalu kami mengajukan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu-red) tapi ya tidak direspon. Begitu juga dengan update data mutasi kependudukan yang rutin kami laporkan setiap bulan melalui kecamatan,” ujar Heru tegas.
Karena itu, pihaknya berniat tidak main-main lagi dengan data kemiskinan di tiap-tiap desa, khususnya terkait program layanan kesehatan gratis berbasis Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meraih target Universal Health Coverage (UHC) yang dilakukan Pemkab Sidoarjo pada tahun anggaran ini.
Apalagi, nantinya hasil verifikasi ini juga wajib disahkan oleh masing-masing kepala desa sebelum disetorkan ke BPJS Kesehatan melalui Dinsos. “Ini berarti bola panasnya ada di kami. Kalau sampai salah pendataan, pasti kami yang jadi sasaran tembaknya,” katanya lagi.
Selain itu ia juga memastikan proses verifikasi data yang dilakukan pemerintah desa akan steril dari kepentingan lokal. Misalnya lebih mengutamakan perangkat desa dan keluarganya, atau orang-orang yang sebelumnya berada di barisan kepala desa terpilih dalam Pilkades.
“Sekarang sudah nggak jamannya lagi begitu. Sudah canggih. Kalau kades main-main bisa langsung diviralkan lewat medsos,” ujar Heru sambil tergelak. Meski begitu ia tidak menjamin bakal steril 100 persen. Tapi kemungkinan itu bakal terminimalkan hingga titik terendah.
Namun Heru juga meminta masyarakat untuk bersikap adil pada orang-orang yang berada di lingkaran terdekat dengan kekuasaan itu. “Artinya begitu, sekalipun itu keluarganya presiden, gubernur, bupati atau perangkat desa, apa tidak boleh mendapatkan bantuan kalau mereka memang layak mendapatkannya. Banyak koq diantara mereka yang miskin,” pungkasnya.(pramono/hans)