DNN, SIDOARJO – Para penikmat rokok linting dewe (tingwe) hanya diperkenankan memproduksi 200 batang per hari. Diatas patokan itu, mereka bakal masuk radar petugas Bea Cukai karena bisa jadi produk olahan tembakau diperjual-belikan.
“Intinya, monggo kalau hanya untuk dikonsumsi sendiri. Tapi kalau sudah dijual, baik secara eceran atau kemasan, harus dikenai cukai,” jelas petugas pengawas dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Sidoarjo, Satriyo Herlambang.
Pernyataan itu disampaikankan dalam forum Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai bertajuk ‘Pemberantasan Rokok Ilegal di Kabupaten Sidoarjo T.A. 2021’ yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sidoarjo di Pendopo Balai Desa Ental Sewu Kecamatan Buduran, Kamis (23/09/2021) pagi tadi.
Namun jika ada warga yang memang berniat mengembangkannya menjadi ladang usaha produktif, pihaknya siap membantu dalam soal perijinan, produksi, pemasaran, termasuk soal cukainya. “Proses pengajuan ijinnya mudah kok. Bisa dilakukan melalui online dan sehari jadi jika semua persyaratannya sudah lengkap,” lanjutnya.
Satriyo menambahkan konsep yang dilakukan institusinya tersebut semata-mata dilakukan untuk menekan angka peredaran rokok ilegal di pasaran. Dengan begitu maka pemerintah dan tentunya masyarakatlah yang diuntungkan.
Pasalnya pemerintah akan memperoleh sumber pendapatan negara dari cukai rokok dan hasil pengolahan tembakau. Sedangkan masyarakat juga menerima manfaat dari penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
“Jadi tugas kami bukan sekedar melakukan tindakan. Kami lebih menekankan pada unsur preventif dan edukatif yang solutif. Jadi kita bantu pengusaha rokok itu mengurai masalahnya dan kemudian mencarikan jalan keluar sehingga hasil produksinya bisa diperdagangkan secara legal,” tambah mantan pelaut itu.
Konsep itu terbukti sukses menekan terjadinya angka pelanggaran. Ia mencontohkan, pada 2020 ada sekitar 80 kasus pelanggaran cukai tembakau. Sedangkan di hingga akhir semester 3 tahun ini, pihaknya baru menangani 13 kasus.
Selain itu, dalam kesempatan tersebut Satriyo juga menjelaskan ciri-ciri rokok ilegal yang bisa dikenali dari pita cukainya. Baik itu cukai palsu maupun cukai bekas yang dipasangkan kembali pada kemasan rokok yang dijual secara bebas.
Sementara itu, nara sumber dari Bidang Perekonomian Pemkab Sidoarjo, Saka Fatih mengatakan besaran DBHCHT yang disalurkan pemerintah pusat ke kota delta pada tahun ini sebesar Rp 18,9 Miliar.
Dana tersebut dipergunakan untuk membiayai berbagai program di bidang kesejahteraan masyarakat, bidang penegakan hukum dan bidang kesehatan. “Salah satunya adalah untuk menggelar acara sosialisasi semacam ini,” tambahnya.
Acara sosialisi tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Desa Entalsewu, Sukriwanto yang diikuti sekitar 100 orang warga setempat. Peserta tidak saja mendapatkan pengetahuan terkait materi yang disampaikan oleh para narasumber, namun juga memperoleh bingkisan dan uang saku.
Sementara itu Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Sidoarjo, Kusdianto menjelaskan kegiatan sosialisasi ini sempat terhenti karena terkendala pandemi covid-19. “Tapi alhamdulillah sudah bisa digelar kembali. Dan ini adalah kegiatan ketiga selama bulan ini,” pungkasnya.(adv/pramono/hans)