DNN, SIDOARJO – Kalau saja Tingkat Kehilangan Air (TKA) yang terjadi di PDAM Delta Tirta bisa diminimalisir, maka bisa jadi tarif air air bersih itu pada pelanggan bisa lebih murah atau setidaknya akan semakin banyak warga Sidoarjo yang terlayani.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Forum Komunikasi Pelanggan PDAM Sidoarjo, Supriyono SH yang ditemui di kantornya, Senin (27/09/2021) siang tadi. “Kalau tingkat loosing itu bisa diminimalisir, tentu keuntungan PDAM akan semakin besar. Dana itu bisa dikembalikan dalam bentuk penyesuaian kembali tarif atau menambah jaringan sehingga daerah cakupan layanannya dapat makin diperluas,” katanya.
Menurutnya TKA yang mencapai 36 persen tersebut sangat jauh dari ambang batas normal yang berada di angka 20%. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, mulai dari sisi teknis maupun non teknis sehingga menimbulkan kerugian yang lumayan besar.
Faktor teknis itu diantaranya karena kurang layaknya kondisi pipa jaringan PDAM sehingga bocor. “Pipa-pipa yang umurnya sudah lebih dari 40 tahun harus diganti karena sudah tidak mampu lagi menahan debit dan juga tekanan air hingga sering bocor disana-sini,” tambah sarjana pertanian lulusan IPB itu.
Belum lagi dengan kondisi piranti meteran air di tempat pelanggan yang tidak berfungsi secara normal atau bahkan rusak namun tidak segera diganti sehingga debit air yang dikeluarkan jauh dibawah nilai rupiah yang ditagihkan pada pelanggan.
Kondisi ini diperparah dengan kinerja SDM pencatat meter air di rumah-rumah pelanggan yang sangat kurang. “Biasanya hanya main taksasi atau perkiraan saja dan tidak mencatat data riilnya. Ini jelas merugikan,” tandas Supriyono.
Selain itu, ia juga melihat pihak PDAM jarang melakukan pemeriksaan di lapangan secara rutin dan berkala, sehingga memungkinkan terjadinya pencurian air yang potensinya lebih banyak terjadi di lingkungan usaha.
Belum lagi dengan upaya penagihan terhadap para penunggak tagihan air yang kurang intens dilakukan hingga nilai piutang PDAM pun membengkak yang kemudian dianggap sebagai salah satu poin dalam TKA tersebut.
Untuk menutupi kerugian akibat TKA ini, pihak PDAM pun mengatasinya dengan mendongkrak harga air pada pelanggan sehingga patokan tarifnya pun melambung. Tujuannya agar kesan yang terlihat, PDAM mampu memberikan keuntungan dari usaha yang dilakukannya.
“Harga PDAM Sidoarjo ini jauh lebih mahal daripada daerah-daerah lain, Surabaya misalnya,” imbuh pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara itu. Namun anehnya keuntungan dari komoditas utamanya itu malah jauh lebih rendah ketimbang penjualan sektor lainnya.
“Kita mengacu data di 2020 lalu saja. Keuntungan dari penjualan air hanya Rp 1 milliar lebih. Sedangkan dari sumber lainnya seperti biaya sambungan baru, jualan meteran dan sebagainya yang dibebankan pada pelanggan mencapai Rp 18 miliar. Harusnya karena komoditas utamanya air, ya itu yang memberikan kontribusi keuntungan terbesar,” imbuh Supriyono.
Sayangnya, persoalan klasik yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu itu tidak segera disikapi oleh Direksi baru PDAM yang baru dilantik beberapa bulan lalu. Menurutnya, hingga saat ini belum ada gebrakan-gebrakan terkait layanan maupun upaya lainnya untuk menaikkan laba dan menekan kerugian.
Selain Supriyono, masalah TKA di PDAM Delta Tirta menjadi sorotan Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sidoarjo, Anang Siswandono yang menyuarakan hal tersebut di forum sidang paripurna akhir pekan lalu. Ia mendesak bupati untuk segera melakukan kebijakan taktis untuk mengatasi hal ini.(pramono/hans)