DNN, SIDOARJO – Pemkab Sidoarjo diminta meninjau lagi kebijakan memberikan ‘tugas tambahan’ pada anggota DPRD untuk menjadi narasumber dalam berbagai kegiatan seminar dan diskusi yang digelar berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Apalagi jika kemudian, tugas itu berujung pada pemberian honorarium yang lumayan besar bagi para politisi tersebut. Yakni sebesar Rp 1,4 juta untuk setiap jam-nya. Sehingga jika mengikuti acara yang durasinya 3 jam, maka setiap anggota dewan itu bisa mengantongi uang saku Rp 4,2 juta.
“Saya tidak mau masuk ke aturan hukumnya dulu. Tapi pemberian tugas yang disertai honor yang begitu besar itu sangat bertentangan dengan azas kelayakan dan kepatutan penggunaan uang daerah,” sebut Ketua Himpunan Putra-Putri dan Keluarga Besar Angkatan Darat (Hipakad) Sidoarjo, Husni Thamrin.
Ia yang ditemui di kantornya, Senin (04/10/2021) siang tadi mengatakan besaran rupiah yang harus dikeluarkan dari kas daerah untuk pos anggaran ini terbilang cukup besar namun justru berbanding terbalik dengan nilai manfaat yang dihasilkan.
Apalagi, rencananya ke-50 anggota DPRD Sidoarjo dari berbagai partai politik itu akan mendapatkan jatah beberapa kali untuk menjadi narasumber. “Silahkan dihitung, kalau masing-masing anggota dewan dapat jatah 3 kali, berapa banyak uang daerah yang harus dikeluarkan,” ujar pria yang juga tergabung dalam Forum Lintas Aktivis Sidoarjo (Flas) tersebut.
Ditambahkannya, penerimaan honorarium yang dihitung per jam itu tak memenuhi azas kelayakan dan kepatutan itu. Pasalnya meski dibayar 3 jam, Husni tak yakin para anggota dewan itu akan memaparkan materinya selama itu.
“Apa iya ngomongnya sampai 3 jam. Khan di forum itu juga ada pembicara lainnya. Apa kemudian efektif kalau masing-masing narasumber diberi waktu selama ini, sementara forumnya kebanyakan di level kecamatan,” tandas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara itu.
Disisi lain, menurut Husni, peran sebagai narasumber itu justru merendahkan fungsi para legislator itu yang sebenarnya memiliki fungsi untuk melakukan legislasi, budgeting dan controling terhadap kebijakan eksekutif.
Karena itu, ia meminta pada pemangku kebijakan di Pemkab Sidoarjo untuk mengevaluasi kembali program yang terkesan menghambur-hamburkan uang daerah itu. Ia justru khawatir fenomena ini akan memancing kegaduhan di tengah masyarakat yang sekarang justru masih meniti kembali perekonomiannya yang terpuruk.
“Belum lagi soal kemungkinan terjadinya persinggungan dengan masalah hukum karena potensi ke arah sana tetap ada meski program ini sudah dipayungi dengan Perpres dan juga perbup yang sekarang materinya juga tengah dipersoalkan,” pungkas Husni.(Pramono/hans)