Budiman, terpidana korupsi pengadaan lahan GI PLN Boro saat menandatangani berkas penahanan |
DNN, SIDOARJO – Setelah buron selama 8 tahun, akhirnya terpidana Budiman berhasil ditangkap.
Terpidana perkara pengadaan lahan PLN di Desa Boro, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo itu. Berhasil dieksekusi tim Jaksa eksekutor Kejari Sidoarjo di rumahnya yakni di Bantul, Yogyakarta.
“Terpidana Budiman sudah kami tangkap dan langsung kami eksekusi,” ucap Kajari Sidoarjo Arief Zahrulyani melalui Kasi Intelijen Aditya Rakatama kepada wartawan, Senin (20/12/21).
Aditya mengungkapkan, terpidana Budiman ditangkap di Jalan Raya Janti, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ketika itu terpidana sedang berada di rumahnya.
“Kami tangkap di rumahnya. Kami sempat kesulitan mencari Budiman ini, karena terpidana mengubah namanya menjadi Sentot. Kami mengetahui setelah kami cek identitas istri dan anaknya ternyata sama,” ungkapnya.
Lanjutnya, Penangkapan terpidana tersebut, berkat kerjasama yang solid, antara tim gabungan yang terdiri dari Intelijen Kejari Sidoarjo bersama dengan Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Setelah tertangkap, terpidana langsung kami eksekusi di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Wirogunan, Yogyakarta untuk menjalani hukuman pidana penjara selama empat (4) tahun,” jelasnya.
Budiman merupakan terpidana ke 6 yang dieksekusi ke tahanan terkait perkara korupsi pengadaan lahan Gardu Induk PLN di Desa Boro, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo seluas 28.120 meter persegi pada tahun 2007 silam.
Budiman dijatuhi hukuman pidana selama 4 tahun, denda 500 juta subsider 3 bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp 50 juta. Vonis tersebut dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No.35 K/Pid. Sus/2013 yang sudah incrah.
Selain Budiman, ada sejumlah terpidana dari panitia pengadaan lahan PLN yang terlibat dalam perkara yang merugikan negara sebesar Rp 3,2 miliar itu telah dieksekusi oleh Jaksa Eksekutor Kejari Sidoarjo. Mereka diantaranya, Slamet Hariyanto dan Zulkarnain Kemas.
Bukan hanya itu, Agus Sukiranto yang berperan sebagai broker atas pengadaan lahan, serta Camat Tanggulangin Abdul Halim dan Kades Boro Arif Mahmudi juga telah dieksekusi. Sedangkan satu terpidana yaitu Sri Utami, yang notabenya panitia pengadaan lahan saat itu, sampai saat ini masih diburu tim jaksa eksekutor.
Perkara ini berawal dari kepentingan PLN mencari lahan untuk Gardu Induk (GI) baru karena gardu yang ada di Porong terdampak Lumpur Lapindo. Pihak PLN menunjuk panitianya terdiri dari Zulkarnain Kemas, Sri Utami, Budiman dan Slamet Hariyanto yang semuanya adalah pegawai PT PLN Proyek Pembangkit Jaringan Jawa Bali dan Nusra (Prokiting JBN).
Awalnya, Panitia Pengadaan lahan mengajukan Surat Permohonan ke Bupati Sidoarjo, setelah surat turun Ir. Sri Utami serta Slamet Hariyanto mengirimkan surat No. 073/13/PROKITING JTBN/2007 ke Kepala Desa Boro Arif Mahmudi. Permohonan itu berisi Pemanfaatan Tanah kas (TKD) Desa Boro seluas kurang lebih 20.000 m2.
Namun pembebasan TKD tersebut terkendala, karena PLN sebagai pihak yang membutuhkan harus mencarikan tanah penganti TKD.
Karena pembebasan TKD gagal, akhirnya Slamet Hariyanto selaku manager proyek memerintah panitia, Budiman dan Sri Utami untuk mencari tanah pengganti dengan melibatkan broker tanah properti Agus Sukiranto.
Pengadaan tanah dinilai melanggar aturan karena tak berhubungan langsung dengan pemilik lahan serta mengabaikan instruksi PT. PLN yang mewajibkan pengadaan lahan diatas 1.000 meter persegi harus melibatkan Panitia Pembebasan Tanah Pemerintah daerah setempat. Agus Sukiranto berhasil membebaskan tanah seluas 28.200 meter persegi seharga Rp 110 ribu per meter.
Namun, Sri Utami dan Slamet Hariyanto, pegawai PLN, justru mengajukan proposal kepada General Manager PT PLN harga tanah sebesar Rp 225 ribu per meter persegi hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3,2 miliar yang dinikmati be