DNN, SIDOARJO – Pemkab Sidoarjo harus membuat regulasi khusus untuk mengatur penyaluran dana Bantuan Keuangan (BK) yang disalurkan para politisi agar lebih merata dan bisa dinikmati semua desa.
“Perhatikan betul azas keadilan dalam pendistribusiannya. Itu uang rakyat, jadi harus dirasakan semua warga,” tandas Ketua Himpunan Putra-Putri dan Keluarga Angkatan Darat (Hipakad) Sidoarjo, Husni Thamrin yang ditemui Rabu (19/01/2022) siang tadi.
Menurutnya, para politisi baik yang duduk di lembaga legislatif dan juga eksekutif tidak boleh mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok pendukungnya dalam menyalurkan dana publik yang bersumber pada APBD tersebut.
“Itu memang uang politik, tapi kalau kenyataannya ada desa yang tidak kebagian sama sekali sementara yang lain justru digerojok dana BK sampai Rp 3,1 Miliar, tentu ini sangat mencederai konsep keadilan,” imbuhnya.
Husni menambahkan, baik Pemkab terlebih para legislator tidak selayaknya kembali pada semangat pengalokasian dana desa tersebut. Yakni untuk percepatan proses pembangunan di desa. “Jadi jangan sampai ada unsur like and dislike. Karena itu harus ada regulasi yang khusus mengatur masalah itu,” tandas aktivis senior di Sidoarjo itu.
Sementara itu Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sidoarjo, Arief Bachtiar mengatakan ada tiga skema yang bisa dilakukan oleh pihak eksekutif maupun legislatif untuk memeratakan penyaluran dana BK tersebut.
“Yang pertama, saya sepakat dengan pernyataan Pak Bambang Riyoko (Wakil Ketua I DPRD Sidoarjo-red) lalu. Yakni ada keterbukaan dan kesepakatan antar anggota dewan. Dengan begitu tidak sampai ada desa yang mendapatkan BK dari beberapa anggota dewan sekaligus, sedang desa yang lain malah tidak kebagian sama sekali,” ujarnya.
Sedang skema kedua adalah dibuatkannya regulasi yang berisikan batasan minimal dan maksimal penerimaan BK di tiap-tiap desa pada satu tahun anggaran. “Misalnya saja angka terendahnya Rp 100 juta dan yang tertinggi Rp 1 Miliar. Dengan begitu pasti akan merata,” imbuhnya.
Sedangkan skema ketiga menurut anggota Komisi B itu adalah gerakan dari Bupati dan Wakil Bupati untuk menyalurkan BK-nya ke desa-desa yang tak kebagian itu. Informasinya, kedua petinggi Pemkab Sidoarjo itu mendapat jatah sekitar Rp 20 Miliar pada 2021 lalu.
“Datanya khan ada, jadi bisa dilihat mana yang sudah dapat dan mana yang belum. Kalau mereka khan jangkauannya lebih luas, se kabupaten, sedang kami gerakannya terbatas di wilayah dapil (daerah pemilihan-red) saja,” pungkas Arief.
Jika mengacu pada Perbup Nomor 96 Tahun 2021 yang ditandatangani Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor pada 28 Desember 2021 lalu, penyaluran dana BK di tahun 2022 ini masih jauh dari kata merata.
Hingga pertengahan tahun ini, APBD Sidoarjo mengalokasikan dana sebesar Rp 63.521.392.000 untuk BK. Dana itu dibagikan pada 199 dari 322 desa di wilayah kota delta. Artinya masih ada 123 desa yang tidak kebagian sama sekali.
Nilai yang dikucurkan pun beragam. Nominal terendahnya berada di angka Rp 40 juta, sedangkan penerima dana BK terbesar adalah Desa Keret Kecamatan Krembung dengan nilai Rp 1,9 Miliar. Bahkan desa Kalidawir kecamatan Tanggulangin yang penggunaan dana BK-nya bermasalah hukum juga masih mendapatkan kucuran Rp 372 Juta.
Angka-angka diatas masih bisa berubah karena DPRD serta Pemkab Sidoarjo masih bisa mengalokasikan dan menyalurkan lagi dana BK tersebut setelah penyusunan APBD Perubahan pada semester kedua nanti.(pram/hans)