DNN, SIDOARJO – Ketua Umum Java Corruption Watch, Sigit Imam Basuki menandaskan kewajiban meminta maaf pada publik ini tidak bisa diwakili karena isu radikalisme yang sekarang menjadi opini publik di kota delta merupakan pernyataan pribadi Bupati Sidoarjo.
Pernyataan itu ia sampaikan untuk menyikapi pemberitaan media ini kemarin tentang permintaan maaf yang disampaikan Wakil Bupati Sidoarjo, Subandi demi menetralisir situasi dan kondisi di kota delta yang memanas.
Menurut Sigit, yang perlu diklarifikasi bukan hanya masalah penyebaran penganut paham radikalisme yang menurut versi Bupati Ahmad Muhdlor sudah merambah di 15 dari 18 kecamatan di wilayah kabupaten Sidoarjo.
“Yang paling penting adanya soal bunker di bawah masjid itu lho. Bupati jelas-jelas menyebutnya sebagai bunker arsenal. Itu yang harus dia buktikan sendiri,” imbuh Sigit yang ditemui Selasa (08/03/2022) siang tadi.
Bahkan ia mengaku langsung membuka-buka Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mencari definisi kata arsenal tersebut. “Arti harafiahnya itu adalah tempat dimana senjata dan amunisi dibuat, dirawat dan diperbaiki, disetor, atau dikeluarkan dalam kombinasi apapun,” ucapnya lagi.
Namun Sigit tetap mengapresiasi langkah yang diambil Wabup karena pada dasarnya ia juga sepakat dengan upaya memberantas paham radikalisme di Sidoarjo bahkan di seluruh Indonesia. “Saya ingin Sidoarjo aman, damai, sejahtera,” tegasnya.
Komentar berbeda disampaikan Ketua Karang Taruna (Kartar) Sidoarjo, Imam Syafi’i. Menurut ia sudah sepantasnya Wakil Bupati Subandi meminta maaf pada publik soal isu radikalisme yang dilemparkan Bupati Sidoarjo.
“Bupati dan wakil bupati itu satu paket, karena itu sistem kerjanya kolektif kolegial. Jadi kalau kemudian wakil bupati yang mengambil alih kewajiban itu ya wajar dan memang sudah seharusnya begitu,” ucapnya siang tadi.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam masalah ini Wabup Subandi telah mengambil peran sebagai ‘pemadam kebakaran’ karena isu radikalisme tersebut sudah terlanjur menggelinding menjadi bola salju yang sudah sulit dikendalikan.
“Buktinya sudah ada pihak yang sampai melaporkan soal pernyataan bupati itu ke Polda Jatim. Belum lagi dengan lontaran-lontaran opini menyudutkan yang dilempar para aktivis di Sidoarjo sebulan terakhir ini,” imbuh Imam.
Tapi nyatanya bupati Muhdlor sama sekali belum bersikap kecuali menyampaikan klarifikasi yang sama sekali tak menyentuh esensi masalahnya. Karena itulah kemudian Wabup yang tampil di depan agar bola panas isu tersebut tidak semakin liar.
“Sebagai organisatoris yang handal, saya kira ia bisa mengambil posisi yang baik. Ia memang hanya orang kedua, karena itu Wabup Subandi tahu kapan harus diam, dan kapan harus tampil dan mengambil alih persoalan,” jelas Imam.(pram/hans)