Waris Santoso (selendang kuning) bersama para budayawan dari Sidoarjo di acara Sumpah Hamusthi Budaya Nusantara.
DNN, SIDOARJO – Lembaga Pelindung dan Pelestari Budaya Nusantara (LP2BN) berencana mengusulkan pada Pemerintah RI untuk menetapkan tanggal 25 Maret sebagai Hari Budaya Nasional yang diperingati setiap tahunnya.
Usulan tersebut mengacu pada kegiatan ‘Sumpah Hamusthi Budaya Nusantara’ yang digelar pada tanggal tersebut di Candi Penataran, Kota Blitar yang diikuti oleh sesepuh budaya dan budayawan dari berbagai daerah di Indonesia.
“Yang hadir cukup banyak, ribuan orang dari berbagai Jatim sendiri, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT serta utusan dari Kalimantan. Sidoarjo sendiri mengirimkan peserta terbanyak, yakni 60 orang,” jelas Ketua LP2BN Sidoarjo, Waris Santoso, Senin (28/03/2022) pagi tadi.
Ia menjelaskan kegiatan ‘Sumpah Hamusthi Budaya Nusantara’ tersebut merupakan tonggak sejarah kebangkitan nasional dengan kembali menguatkan jati diri bangsa, menuju kejayaan Nusantara di masa depan.
“Kalau di masa Majapahit dulu, Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Amukti Palapa untuk menyatukan Nusantara, lalu ada Sumpah Pemuda di masa kolonial. Sekarang ada Sumpah Hamusthi Budaya Nusantara untuk memperkokoh lagi kesatuan bangsa,” tambah Waris.
Menurutnya, segala persoalan yang muncul di bangsa ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan pendekatan budaya lokal yang adiluhung. Dimana sejak dulu kala bangsa ini sangat menjunjung tinggi kebersamaan dalam toleransi yang menerima segala perbedaan.
“Budaya inilah yang sekarang ini sudah mulai ditinggalkan sehingga menimbulkan perpecahan atas dasar Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan. Padahal bangsa ini dibangun dengan budaya gotong-royong serta toleransi berdasarkan tata krama yang saling menghormati,” imbuh mantan anggota DPRD Sidoarjo itu.
Dalam acara Sumpah Hamusthi Budaya Nusantara itu sendiri, seluruh perwakilan mengumpulkan tanah dan air dari daerahnya masing-masing dan dipersatukan sebagai simbol persatuan budaya dan warga nusantara dalam ikatan budaya luhur yang harus terus dijaga agar jangan sampai luntur.
“Tanah dan air itu kami ambil dari 10 lokasi candi dan situs-situs sejarah kuno yang tersebar di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Mulai dari Candi Pari dan Candi Sumur, Candi Dermo, Situs Alas Trik dan Candi Tawang Alun,” tukas Faris lagi.
Seluruh rangkaian acara itu ditutup pagelaran wayang kulit dengan lakon Sang Hyang Ismoyo Mbangun Jiwo yang disajikan oleh tiga orang dalang sekaligus.(pram/hans)