Menurutnya, pemerintah harus mengkaji ulang PSN tersebut karena ada beberapa dampak negatif yang justru akan timbul dengan adanya Bendungan tersebut. “Yang pertama proyek tersebut sudah pasti akan menggusur Desa Wadas yang sangat subur dan bisa memberikan kehidupan untuk masyarakat desa tersebut secara turun temurun,” jelas Bambang Haryo.
Dijelaskannya, pembangunan kontruksi dinding dan pondasi dasar bendungan ini akan dikerjakan PT. Waskita Karya (WK) dan PT. Pembangunan Perumahan (PP) untuk dua sisi yang berbeda. Namun dalam teknis penggarapannya, PT. PP menggunakan batu andesit sebagai bahan bangunan utamanya, sedangkan PT. WK tidak memakai bahan serupa.
Menurut BHS, disitulah masalahnya, karena untuk mendapatkan andesit tersebut mereka harus merusak Desa Wadas yang sudah sangat makmur dan ekosistemnya bagus, termasuk mengintimidasi warga setempat dan memanipulasi informasi.
“Saya khawatir ada pihak-pihak yang diduga ingin mendapatkan sesuatu yang lebih daripada batu andesit karena batu andesit adalah seratnya emas,” imbuh mantan Ketua Bidang Infrastruktur KADIN tersebut yang dihubungi Sabtu (23/04/2022).
Selain itu, alasan lain untuk mengkaji ulang proyek ini adalah nilai kemanfaatannya. Bambang Haryo mengatakan saat ini wilayah Purworejo, Wonosobo dan Kulonprogo sangat berlimpah airnya yang berasal dari banyak sungai.
Dan lagi sudah cukup banyak bangunan serupa dengan tujuan yang sama di sekitar Bendungan Bener. Diantaranya Waduk Wadaslintang yang berjarak sekitar 25 kilometer dari Bendungan Bener. Waduk yang dibangun pada tahun 1998 di masa pemerintahan Presiden Soeharto itu berkapasitas 500 juta m3.
Ada juga Waduk Mrica yang mempunyai volume sekitar 47 juta m3 serta Waduk Sempor yang berjarak sekitar 50 kilometer dari tempat tersebut dan mempunyai volume 56,7 juta m3. Ketiga waduk tersebut sudah berfungsi sebagai Irigasi air baku dan pembangkit listrik di wilayah Kabupaten Banjarnegara, Kebumen, Purworejo dan bahkan sebagian Kulonprogo.
“Jadi Bendungan Bener yang sedang dalam proses pembangunan mau dipakai untuk menunjang irigasi di daerah mana sekalipun kapasitasnya sangat besar, yakni sekitar 90 juta m3?,” tanya mantan anggota DPRD RI periode 2014 – 2019 itu.
Karena itu Bambang Haryo menilai pembangunan Bendungan Bener ini terkesan terlalu dipaksakan dan asal-asalan karena irigasi di wilayah Purworejo dan Kulonprogo sudah sangat sempurna. Bahkan irigasi di wilayah Kecamatan Bener pun sudah berfungsi optimal sehingga mampu mengairi semua areal persawahan secara penuh selama 24 jam setiap harinya. Air itu didapatkan dari aliran sungai Pelus.
Bambang Haryo juga mendengar, keberadaan Bendungan Bener itu akan dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan air baku untuk Yogyakarta Internasional Airport (YIA) yang dibangun di Kapanéwon Temon, kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Ini juga aneh, karena lokasi YIA itu berada di atau muara Sungai Bogowonto dan Sungai Serang yang mempunyai air baku yang sangat melimpah. Saking banyaknya sampai-sampai dikhawatirkan akan memberikan dampak banjir di kawasan YIA,” tambah alumnus ITS Surabaya itu.
Karena itulah Kementerian PU berencana membuat long storage atau kolam retensi untuk penambungan air serta melakukan pengerukan dan pelebaran sungai di muara Sungai Bogowonto dan sungai Serang.
Soal fungsi Bendungan Bener yang bertujuan untuk penanggulangan banjir di wilayah Purworejo, Bambang Haryo punya perhitungan yang berbeda. Menurutnya, bendungan itu harus berada di bawah lokasi banjir.
Namun faktanya, bendungan itu berada 150 meter sampai 200 meter di atas Purworejo. “Kalau waduk itu sampai jebol, pasti akan menenggelamkan seluruh wilayah kabupaten Purworejo bahkan Kulonprogo,” ujar Bambang Haryo dengan nada tegas.
Ia khawatir pembangunan Bendungan Bener ini hanyalah proyek-proyekan yang tidak ada manfaatnya bagi masyarakat seperti waduk-waduk lain yang dibangun akhir-akhir ini. Termasuk diantaranya Long Storage Kalimati di Sidoarjo yang berkapasitas 4 juta meter3.
Sejak dibangun pada 2019 lalu, keberadaan long storage yang menelan biaya Rp 500 milyar tersebut sama sekali belum dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan irigasi lahan pertanian di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Dan akhirnya, Bambang Haryo mengingatkan bahwa dana APBN maupun APBD adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
“Jangan sampai uang itu dijadikan obyek konspirasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Kalau sampai begitu, lalu siapa yang akan bertanggungjawab?,” pungkas Bambang Haryo. (Pram/hans)