DNN, SIDOARJO – LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur menilai Program Kartu Usaha Perempuan Mandiri (KURMA) yang bakal diluncurkan bupati Sidoarjo pada 20 Juni mendatang sarat dengan kepentingan politik balas budi.
“Ini khan aneh, ada program bagi-bagi uang dengan syarat yang demikian mudah. Apalagi kemudian menggunakan skema penghargaan, sementara parameter penilaiannya sama sekali tidak jelas,” ungkap Koordinator MAKI Jatim, Sumarno.
Ia yang dihubungi melalui telepon selulernya, Kamis (09/06/2022) siang tadi menilai program yang konsep dasarnya dituangkan dalam Perbup No 26 tahun 2022 yang kemudian disempurnakan dengan Perbup No 61 tahun 2022 ini sangat tidak transparan.
Apalagi besaran hadiah yang akan diterima oleh masing-masing ‘pemenang’, menurut Sumarno, ditetapkan secara subyektif oleh tim penilai yang terdiri dari unsur Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (Dinkop&UM), Tim Penggerak PKK dan dari kalangan akademisi.
“Kalau mau fair, mestinya sampaikan secara terbuka, kategorinya apa saja. Lalu berapa jumlah pemenang untuk setiap kategori tersebut. Dan yang penting berapa besaran hadiah yang diberikan untuk pemenang di setiap kategori. Jadi nggak semaunya tim penilai,” sergahnya.
Padahal nilai ‘hadiah’ yang dijanjikan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor dalam program ini lumayan besar, mulai Rp 5 juta hingga Rp 50 juta untuk setiap kelompok usaha. “Dari sini saja sudah rawan terhadap timbulnya konspirasi dan kolusi antara pihak yang mengajukan dengan penyelenggara,” imbuh Sumarno.
Ia menduga program yang didanai sebesar Rp 20 Miliar itu merupakan strategi yang dijalankan pimpinan daerah saat ini untuk memberikan hadiah bagi para tim suksesnya dengan menggunakan uang APBD Sidoarjo 2022.
Sumarno mengancam akan membawa perkara ini ke ranah hukum jika Pemkab ngotot menggunakan skema tersebut karena berpotensi memboroskan uang daerah serta kemungkinan potensi kolusi yang menjadi bagian dari tindak pidana korupsi. “Kita akan melakukan layangkan gugatan,” tandasnya.
Ia menyarankan Pemkab membuat formulasi yang lebih bijak untuk mendorong peningkatan usaha rumah tangga yang dijalankan kelompok perempuan. Tujuannya agar uang rakyat yang digunakan bisa lebih tepat sasaran output maupun outcome-nya.
“Kalau niatnya untuk menstimuli pelaku usaha mikro, akan jauh lebih mendidik jika skemanya berupa pemberian softloan atau kredit lunak bagi UMKM yang baru akan berdiri atau berkembang. Soalnya biasanya mereka kesulitan mengakses kredit di bank,” tambahnya. Menurut Sumarno, para pengusaha gurem itu sudah cukup terbantu jika bisa mendapatkan kredit modal tanpa agunan.
Dan untuk memastikan kemampuan mengembalikan kredit tersebut, pengusaha-pengusaha baru itu diberikan pendampingan dari dinas terkait mulai dari produksi, manajemen keuangan hingga strategi pemasaran.(pram/hans)