DNN, SIDOARJO – LSM Java Corruption Watch (JCW) berencana membawa kasus kerjasama pengelolaan parkir tepi jalan umum dan tempat parkir khusus antara Pemkab Sidoarjo dengan PT Indonesia Sarana Servive (PT ISS) ke ranah hukum.
“Sekarang masih kami pelajari materinya. Termasuk SK Bupati Sidoarjo No 188 tahun 2021 yang menjadi dasar kerjasama tersebut. Soalnya kami menemukan banyak keganjilan terkait penentuan titik parkir yang dikerjasamakan tersebut,” jelas Ketua Umum JCW, Sigit Imam Basuki.
Ia yang ditemui di kantornya, Jumat (12/08/2022) siang tadi menjelaskan ada banyak titik-titik parkir potensial yang justru tidak dimasukkan ke dalam SK tersebut, semisal di Kantor Kecamatan, Puskesmas dan juga pasar tradisional milik Pemkab.
Sigit mensinyalir ada upaya penggembosan yang dilakukan oknum-oknum tertentu di lingkungan Pemkab Sidoarjo terhadap program perbaikan kualitas layanan parkir pada masyarakat sekaligus upaya mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor retribusi parkir.
“Sebenarnya, sinyal buruk ini sudah terbaca sejak penerapan mekanisme lelang tender kerjasama pengelolaan parkir tersebut yang tidak jelas rumusan regulasinya. Banyak aturan yang dilanggar,” ucap Sigit dengan nada tegas.
Masalah berlanjut di tahapan eksekusi. Informasi yang diterima JCW menyebutkan ada keruwetan yang sulit diurai dalam masalah titik parkir ini karena pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo terkesan enggan mengkonsolidasikan titik-titik parkir yang tersurat di SK Bupati no 188/2021 tadi pada PT ISS sebagai rekanan kerjanya.
“Saya tidak menuduh, hanya saja koq terkesan retribusi parkir ini jadi ladang pendapatan sampingan yang melibatkan oknum-oknum tertentu di pemkab,” tambah Sigit. Oknum-oknum itulah yang berupaya sebisa mungkin agar sistem layanan dan pemungutan retribusi parkir di Sidoarjo jangan sampai terbangun dengan baik.
“Jika sistemnya bagus, maka bisa dipatikan mereka akan kehilangan pendapatan sampingan dari sektor ini. Karena kepentingan tadi, bagaimana caranya program ini digembosi dari awal. Akibatnya sudah pasti merugikan keuangan daerah negara dan juga masyarakat,” tandasnya.
Sigitpun mempertanyakan peran Bupati Ahmad Muhdlor sebagai pemangku tampuk kebijakan tertinggi di Pemkab Sidoarjo. “Dari kasus ini sebenarnya sudah bisa diukur, apakah bupati sudah mampu menjalankan fungsi pemerintah daerah yang bersih dan transparan serta mengutamakan layanan kepada masyarakat Kabupaten Sidoarjo atau tidak?,” kata Sigit tegas.(hans/pram)