Beranda » Angka Stunting di Sidoarjo Alami Trend Kenaikan, Ini Instruksi Sekda Sidoarjo….

Angka Stunting di Sidoarjo Alami Trend Kenaikan, Ini Instruksi Sekda Sidoarjo….

Spread the love dnnmmedia

Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo, Fenny Apridawati

DNN, SIDOARJO — Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo, Fenny Apridawati, meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) berkolaborasi, bersinergi dan berkomitmen menangani akar masalah stunting guna percepatan penurunan stunting di Kabupaten Sidoarjo.

“Alhamdulillah, kita patut bersyukur karena angka stunting di Sidoarjo pernah turun dari 16,1 persen menjadi 8,4 persen. Namun, data terbaru menunjukkan adanya kenaikan menjadi 10,6 persen. Ini menjadi refleksi sekaligus motivasi bagi kita semua untuk bekerja lebih keras,” ujarnya saat membuka acara dalam rapat koordinasi rembuk stunting yang digelar di Pendopo Delta Wibawa pada Kamis (23/10/2025).

Fenny juga menyoroti pentingnya validitas data di lapangan agar kebijakan yang diambil tepat sasaran.

“Data yang akurat menjadi dasar dari setiap langkah. Karena itu, kami berharap BPS dan seluruh tim di lapangan memastikan sinkronisasi data berjalan baik,” katanya.

Ia menegaskan bahwa percepatan penurunan stunting juga memiliki kaitan erat dengan peningkatan Human Capital Index (HCI), yang menjadi tolok ukur pembangunan manusia di masa depan.

“Stunting bukan hanya masalah gizi, tetapi juga investasi kedepan untuk generasi emas. Keberhasilan menurunkan angka stunting akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas SDM di Kabupaten Sidoarjo,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (P3AKB) Kabupaten Sidoarjo, Heni Kristiani, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan sebagai bentuk evaluasi dan penguatan strategi percepatan penurunan stunting di daerah.

“Rapat ini merupakan tindak lanjut dari amanat Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, serta sejalan dengan regulasi BKKBN yang menekankan pentingnya integrasi lintas sektor dalam penanganan stunting,” ujarnya.

Menurutnya, upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten Sidoarjo harus dilakukan secara efektif, terkoneksi, dan, terintegrasi antara pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

“Permasalahan stunting tidak bisa diselesaikan hanya dari satu sisi. Diperlukan kerja bersama agar solusi yang diterapkan benar-benar menyentuh akar masalah,” imbuhnya.

Heni berharap seluruh pemangku kepentingan dapat memperkuat koordinasi, memperluas jangkauan intervensi, serta memastikan program-program pencegahan stunting berjalan efektif hingga ke tingkat desa.

“Mari kita bersama-sama mengejar penurunan stunting di Kabupaten Sidoarjo,” tutupnya.

Seperti yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, Program nasional penurunan stunting merupakan strategi terintegrasi yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk mencegah dan menurunkan angka stunting di Indonesia.

Strategi ini berfokus pada lima pilar utama, termasuk komitmen pimpinan, kampanye nasional, konvergensi program, ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi. Program prioritas meliputi pemberian makanan tambahan bergizi, edukasi gizi, peningkatan cakupan imunisasi, dan pendampingan keluarga, dengan target prevalensi stunting 14% pada tahun 2024.

Pilar utama program
Komitmen dan visi pimpinan: Menegaskan stunting sebagai prioritas nasional dengan dukungan dari pimpinan tertinggi.
Kampanye nasional: Melibatkan edukasi, kampanye perubahan perilaku, dan komitmen politik dari berbagai pihak.

Konvergensi program: Mengkoordinasikan program-program nasional, daerah, dan masyarakat agar lebih fokus dan terintegrasi.
Ketahanan pangan: Meningkatkan kebijakan ketahanan pangan nasional.

Pemantauan dan evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan program berjalan efektif dengan target nasional bisa menurunkan prevalensi stunting hingga 14% pada tahun 2024.

Untuk sasaran prioritas adalah remaja putri, calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di bawah usia lima tahun (termasuk balita).

Contoh program dan kegiatan diantaranya pemerintah akan melakukan intervensi spesifik dengan melakukan upaya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bergizi untuk anak balita yang berisiko stunting dan ibu hamil. Selain itu, Edukasi gizi seimbang untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan keluarga balita serta Peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap.

Pemerintah juga akan melakukan bIntervensi sensitif, dengan melakukan Llayanan kesehatan ibu dan anak, Penyediaan air bersih dan sanitasi.
Layanan PAUD dengan Pendampingan keluarga yaitu Tim pendamping keluarga digerakkan di tingkat lapangan untuk memberikan pendampingan dan memfasilitasi layanan.

Implementasi dan pengawasan
Pelaksanaan di lapangan: Melibatkan peran aktif pemerintah daerah dan desa sebagai ujung tombak.
Koordinasi: Dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di berbagai tingkatan untuk mendukung pelaksanaan program.

Payung hukum: Strategi nasional diperkuat dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Rencana Aksi: Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) menjadi pedoman pelaksanaan di lapangan, yang mencakup kegiatan seperti pengadaan barang dan jasa, pelatihan, kampanye, dan edukasi.

Sementara itu Direktur Promosi dan Edukasi Gizi, Badan Gizi Nasional (BGN), Khairul Hidayati mengatakan, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan status gizi masyarakat Indonesia dan mendukung pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.

Hal ini mendukung kebijakan pemerintah dalam menekan angka stunting yang masih tinggi di Indonesia, yakni sebesar 21,5 persen pada tahun 2023.

“Program MBG tidak hanya bertujuan mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi saat ini, tetapi juga mendukung peningkatan kesehatan, kecerdasan, dan daya saing generasi mendatang,” katanya saat menjadi pembicara Talkshow dengan tema “Menelaah Program Makan Bergizi Gratis dan Dampaknya bagi Masa Depan” yang berlangsung secara daring, Sabtu (22/02).

Dengan akses gizi yang lebih baik, diharapkan akan terjadi peningkatan angka partisipasi sekolah, penurunan angka morbiditas dan mortalitas, serta pengurangan biaya kesehatan nasional.

“Program ini dirancang untuk menyediakan makanan bergizi dengan menu yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan pangan lokal, sehingga tidak hanya meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap Hida.

Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SGBI) menunjukkan, pada tahun 2022, prevalensi stunting tercatat sebesar 21,6 persen, menurun dari 24,4 persen dari tahun sebelumnya, meskipun masih di atas standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

Pada tahun 2019, prevalensi stunting mencapai 27,7 persen, sedangkan di 2022, angka tersebut turun menjadi 21,6 persen. Penurunan ini mencerminkan upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi pada anak, meskipun tantangan masih ada.

Stunting tetap menjadi perhatian utama karena dampaknya yang luas terhadap kesehatan dan perkembangan anak, serta potensi produktivitas di masa depan. Upaya pencegahan stunting harus terus ditingkatkan melalui edukasi gizi, perbaikan pola asuh, dan peningkatan akses terhadap makanan bergizi.

Program Makan Bergizi Gratis di sekolah menjadi salah satu solusi strategis yang dapat mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi isu stunting di Indonesia. Dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis, program ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan nutrisi harian siswa, tetapi juga
berperan dalam mendukung perkembangan kognitif dan fisik yang optimal, khususnya bagi anak-anak dari latar belakang sosio-ekonomi rendah.(hans)


Spread the love dnnmmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *